Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Keliru

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, December 8, 2015 | 4:26 PM

“hujan dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian manusia.”

Jokowi mencabut kembali peraturan yang telah dia keluarkan, tentang pemberian fasilitas DP bagi pejabat yang ingin membeli mobil perorangan. Keputusan ini semula disanjung oleh wakil presiden Yusuf Kalla sebagai tindakan penghematan, namun karena banyaknya kritik dan  tekanan publik akhirnya presiden mencabut keputusan tersebut.

KELIRU, barangkali itulah istilah yang paling pas disematkan kepada presiden atas keputusannya yang maju mundur itu, dan sebagai manusia hal itu wajar-wajar saja terjadi, karena tidak ada manusia yang luput dari kekeliruan, bak pribahasa menyebutkankan “hujan dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian manusia.”
 k
Namun sangatlah disayangkan, ketika akan mencabut kembali keputusan dimaksud, prsiden seakan cuci tangan atas kekeliruannya itu dengan melemparkan kesalahan kepada menteri keungan, yang dianggap tidak melakukan tugasnya dengan baik, seingga presiden terlanjur mengeluarkan sebuah peraturan yang berpotensi menimbulkan gejolak.

Dalam hal Menteri keuangan harus bisa menyeleksi penting atau tidaknya dibuatkan sebuah perpres yang menyangkut keuangan negara, itu betul, tetapi ketika perpresnya sudah terbit maka tidak ada lagi alasan bagi presiden untuk melemparkan tanggung jawabnya kepada menkeu. Publik tidak memandang perpres itu lahir atas inisiatif dari Menkeu atau pihak lain, publik tidak mau tau apakah keputusan itu merupakan rangkaian usulan yang datang dari ketua DPR.

Rakyat hanya tau bahwa perpres itu adalah keputusan seorang presiden. Jadi apapun bentuk dan asal usulnya, jika presiden sudah mengeluarkan keputusan maka segala resiko dan manfaatnya, buruk dan baiknya menjadi tanggung jawab presiden, lha dia yang tanda tangan. Tidak ada lagi alasan untuk menyalahkan Menteri, apalagi menjadikannya sebagai dalih untuk membenarkan keputusan yang keliru tersebut.

Melemparkan kesalahan kepada menteri sama artinya cuci tangan, ingin benar sendiri dan seolah tidak pernah salah, ini sebuah perbuatan yang tak terpuji, karena seharusnya seorang pemimpin itu memikul tanggung jawab, bukan melempar tanggung jawab, dan sikap cuci tangan ini merupakan kekeliruan presiden yang kedua Selain melempar kesalahan kepada bawahan, presiden juga mengaku perpres itu ditandatangani dengan tanpa membaca isinya terlebih dahulu, dan ini merupakan tindakan keliru berikutnya.

Sulit bagi  kita untuk memahami kerja seorang kepala negara yang tanpa usul periksa menandatangni sebuah keputusan. Kita tau bahwa tugas presiden itu banyak, keputusan yang harus diambil menumpuk dimejanya , kesibukannya sepanjang hari luar biasa sehingga tak cukup waktu untuk menyelesaikannya, namun sesibuk apapun seorang presiden dia harus menyempatkan diri untuk membaca sebuah surat keputusan yang akan ditandatanganinya.


Karena dia seorang kepala negara, dan keputusan yang dibuatnya itu menyangkut nasib dan hajat hidup bangsa yang dipimpinnya, maka sebuah keputusan yang akan diambil harus dibuat secara cermat dan teliti, agar tidak menjadi beban bagi rakyat  negerinya. Semoga kekeliruan yang sama tidak terulang lagi dikemudian hari, (keliru saja tak boleh terulang apa lagi sesuatu yang disengaja).
4:26 PM | 0 comments | Read More

Remisi Untuk Koruptor

Hari-hari terakhir ini ruang kita dipenuhi oleh wacana pemberian Remisi untuk koruptor, Menkum HAM berkutat soal hak seorang narapidana yang harus diberikan secara tidak pandang bulu, siapapun dia selagi menjadi napi berkelakuan baik harus mendapatkan remisi, termasuk diantaranya para koruptor.

Bicara soal hak, Menkum HAM boleh jadi benar, sejahat apapun seseorang itu hak hukumnya harus dihargai, kejahatan yang dilakukannya tidak menghapus haknya sebagai seorang warga negara. Tapi kalau bicara soal rasa keadilan, tunggu dulu, hukum itu ditegakkan bukan sebatas apa yang tertulis dalam kitab, tetapi juga meliputi apa yang tersirat dihati masyarakat, yang didalamnya terkandung nilai yang disebut dengan nurani.

Korupsi itu kejahatan luar biasa, ditangani secara luar biasa pula, koruptor tidak sama dengan pelaku tindak pidana umum, tetapi masuk dalam kelompok pidana khusus dan ditangani secara khusus. Sakingkan khususnya, dibentuklah KPK sebagai badan ad hock yang secara khusus bekerja  menangani perkaranya, lengkap dengan pengadilan Tipikornya. Korupsi memerlukan kerja ekstra  keras dari para penegak hukum, mulai dari pencegahan sampai pada upaya pemberantasan, dengan harapan ruang gerak pelakunya menjadi sempit dan bila terbukti bersalah dihukum dengan seberat-beratnya diserta denda yang sebesar-besarnya.

Seluruh rakyat negeri ini sepakat, bahwa koruptor adalah musuh bersama, musuh bangsa secara keseluruhan, dampak dari kejahatannya menyengsarakan rakyat dalam kurun waktu yang panjang, menjauhkan rakyat dari cita-cita bangsa yang ingin hidup makmur dan sejahtera. Justeru itulah, perlakuan terhadap koruptor tidak bisa disamakan dengan pelaku tindak pidana lainnya, haknya sebagai seorang narapidana juga harus dibedakan. Harus ada diskriminasi agar para koruptor itu tau betapa bangsa ini tidak menginginkan kehadiran mereka.

Mereka mengeruk keuntungan pribadi dengan cara menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri sendiri sehingga orang lain menjadi miskin, hidup hedonis ditengah rakyat yang sulit mencari sesuap nasi. Beton bertulang mereka sulap menjadi besi bersilang sehingga jembatan yang mereka bangun roboh sebelum waktunya lalu menelan korban jiwa. Adukan pasir dan campuran semen bangunan mereka kurangi takarannya, sehingga berlaku pribahasa tak ada gedung yang tak retak.

Para koruptor ini berlindung dibalik jubah jabatannya, sambil bercuap-cuap demi kepentingan rakyat ternyata kerjanya menghisap darah rakyat, bermobil mewah dan tinggal dirumah yang dibiayai negara tetapi kerjanya hanya memperkaya diri mereka sendiri, sehingga bangsa ini berjalan terseok-seok hidup dalam kemiskinan ditengah-tengah kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya. Kebencian publik terhadap para koruptor semakin menjadi-jadi, manakala mereka tampil membela diri dipersidangan, mengaku tak bersalah dan menganggap diri sebagai korban, berbicara didepan media dengan senyum-senyum tanpa sedikitpun merasa berdosa, dan tidak pernah meminta maaf secara terbuka kepada khalayak ramai.

Maka ketika seorang pejabat negara setingkat menteri bicara soal remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor, rakyat merasa kecewa, katanya preiden berkomitmen untuk memberantas korupsi, tapi menterinya malah kasak kusuk ingin memberikan remisi, sebuah wacana yang sangat kontradiksi dan bertentangan dengan keinginan rakyat. Presiden dan menterinya seakan – akan sedang tampil dalam satu panggung sandiwara yang tidak layak untuk dipentaskan.

4:03 PM | 0 comments | Read More

Politik Makin Gaduh, Rupiah Makin Lemah


Rupiah masih lemah, terkulai layu bagaikan bayi yang menderita gizi buruk, sementara para pengambil kebijakan dinegeri ini tetap saja percaya diri, tampil didepan publik mengumbar senyum sambil berujar agar publik tidak terlalu merisaukannya.

Orang yang bisa tersenyum dan menyambut bahagia atas naiknya nilai dolar ini tentulah mereka yang memiliki simpanan dolar atau mereka yang menerima penghasilan dalam bentuk dolar. Sementara orang yang berpenghasilan pas-pasan (dalam nilai rupiah) mungkin akan tersenyum kecut, merasa frustasi karena tidak tau lagi apa yang harus dilakukan.

Bagi sebagian orang, jatuhnya nilai rupiah merupakan berkah, mereka ini sebagian besar adalah pengusaha kakap yang hasil produksinya diekspor keluar negeri, sementara bagi peternak unggas dan industri Tahu Tempe akan meleleh keringat dikepalanya.

Pengusaha kakap akan meraup keuntungan dari terpuruknya nilai tukar rupiah, biaya produksi mereka tetap karena berbahan baku yang dibeli dengan rupiah sementara hasil hasil produksinya dibayar dalam dolar. Selisih kurs dolar terhadap rupiah itu menjadi bonus bagi kegiatan usaha mereka.

Sebaliknya bagi peternak Ayam potong dan Ayam petelor, akan mengalami kesulitan yang sangat berarti, kewalahan menghadapi musibah rupiah yang jatuh nilai tukarnya. Hasil produksi dilepas kepasar ditengah suasana melemahnya daya beli masyarakat, sementara pakan ternak dan obat-obatan harus dibeli dengan dolar. Demikian juga dengan nasib pembuat Tahu dan Tempe, pengrajin isi perut pengganjal lapar mayarakat kelas bawah ini akan terseok-seok.

Melonjaknya nilai dolar akan berdampak pada naiknya harga Kedele yang sampai hari ini masih dipasok dari luar negeri. Jadi, melemahnya nilai tukar rupiah melahirkan dua sisi kehidupan yang bertolak belakang, pengusaha kakap akan tersenyum riang sementara peternak dan produsen Tahu Tempe akan tersenyum kecut. Jadilah rakyat kecil yang menanggung goncangan ekonomi bangsa ini.
 
“Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin melarat”  mirip dengan lagu yang didendangkan Rhoma Irama. Apakah pemerintah akan terus membiarkan kondisi rupiah tetap seperti pasien rumah yang kehabisan obat, atau akan ada kebijakan seperti yang pernah dilakukan Soeharto dimasa Orba dulu dengan menerapkan TMP ( Tigh Monetary Policy) atau yang lebih dikenal dengan istilah pengetatan ikat pinggang.

Menerapkan kebijakan ekonomi ketat seperti dulu bisa berdampak pada turunya hasil produksi, mesin-mesin pabrik akan berkurang geraknya, PHK pun tak akan terhindari, pengangguran makin bertambah yang pada gilirannya akan menambah berat beban sosial. Sekali lagi kebijakan itu akan berdampak buruk pada rakyat kecil.


Kita tidak tau seperti apa langkah kongkrit yang akan diambil oleh tim ekonomi kabinet Jokowi sekarang ini, sementara presiden sendiri sibuk pula dengan berbagai urusan lain seperti isu penyadapan, gonjang ganjing politik dan hukum yang entah sampai kapan bisa selesainya, justeru itulah mungkin terlihat para menteri bidang ekonomi selalu tampil dengan senyum, entah senyum optimis entah senyum karena frutasi, hanya TUHAN lah yang tau.
3:53 PM | 0 comments | Read More