“hujan
dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian manusia.”
Jokowi
mencabut kembali peraturan yang telah dia keluarkan, tentang pemberian
fasilitas DP bagi pejabat yang ingin membeli mobil perorangan. Keputusan ini
semula disanjung oleh wakil presiden Yusuf Kalla sebagai tindakan penghematan,
namun karena banyaknya kritik dan tekanan publik akhirnya presiden
mencabut keputusan tersebut.
KELIRU,
barangkali itulah istilah yang paling pas disematkan kepada presiden atas
keputusannya yang maju mundur itu, dan sebagai manusia hal itu wajar-wajar saja
terjadi, karena tidak ada manusia yang luput dari kekeliruan, bak pribahasa
menyebutkankan “hujan dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian
manusia.”
k
Namun
sangatlah disayangkan, ketika akan mencabut kembali keputusan dimaksud, prsiden
seakan cuci tangan atas kekeliruannya itu dengan melemparkan kesalahan kepada
menteri keungan, yang dianggap tidak melakukan tugasnya dengan baik, seingga
presiden terlanjur mengeluarkan sebuah peraturan yang berpotensi menimbulkan
gejolak.
Dalam
hal Menteri keuangan harus bisa menyeleksi penting atau tidaknya dibuatkan
sebuah perpres yang menyangkut keuangan negara, itu betul, tetapi ketika
perpresnya sudah terbit maka tidak ada lagi alasan bagi presiden untuk
melemparkan tanggung jawabnya kepada menkeu. Publik tidak memandang perpres itu
lahir atas inisiatif dari Menkeu atau pihak lain, publik tidak mau tau apakah
keputusan itu merupakan rangkaian usulan yang datang dari ketua DPR.
Rakyat
hanya tau bahwa perpres itu adalah keputusan seorang presiden. Jadi apapun
bentuk dan asal usulnya, jika presiden sudah mengeluarkan keputusan maka segala
resiko dan manfaatnya, buruk dan baiknya menjadi tanggung jawab presiden, lha
dia yang tanda tangan. Tidak ada lagi alasan untuk menyalahkan Menteri, apalagi
menjadikannya sebagai dalih untuk membenarkan keputusan yang keliru tersebut.
Melemparkan
kesalahan kepada menteri sama artinya cuci tangan, ingin benar sendiri dan
seolah tidak pernah salah, ini sebuah perbuatan yang tak terpuji, karena
seharusnya seorang pemimpin itu memikul tanggung jawab, bukan melempar tanggung
jawab, dan sikap cuci tangan ini merupakan kekeliruan presiden yang kedua
Selain melempar kesalahan kepada bawahan, presiden juga mengaku perpres itu
ditandatangani dengan tanpa membaca isinya terlebih dahulu, dan ini merupakan
tindakan keliru berikutnya.
Sulit
bagi kita untuk memahami kerja seorang kepala negara yang tanpa usul
periksa menandatangni sebuah keputusan. Kita tau bahwa tugas presiden itu
banyak, keputusan yang harus diambil menumpuk dimejanya , kesibukannya
sepanjang hari luar biasa sehingga tak cukup waktu untuk menyelesaikannya,
namun sesibuk apapun seorang presiden dia harus menyempatkan diri untuk membaca
sebuah surat keputusan yang akan ditandatanganinya.
Karena
dia seorang kepala negara, dan keputusan yang dibuatnya itu menyangkut nasib
dan hajat hidup bangsa yang dipimpinnya, maka sebuah keputusan yang akan
diambil harus dibuat secara cermat dan teliti, agar tidak menjadi beban bagi
rakyat negerinya. Semoga kekeliruan yang sama tidak terulang lagi
dikemudian hari, (keliru saja tak boleh terulang apa lagi sesuatu yang
disengaja).
4:26 PM | 0
comments | Read More