Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Parpol atau Rakyat yang Pantas Disubsidi

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, November 29, 2015 | 1:39 AM

“Harga beras naik, harga BBM naik, dan harga elpiji juga naik, satu-satunya yang turun hanya buah Kelapa, itupun karena jatuh dari pohonnya.”

Dengan dalih untuk meningkatkan Tranparansi dan Demokrasi, mendagri mewacanakan untuk membiayai partai politik dari APBN sebesar Rp. 1 Triliyun. Wacana yang sama dulunya juga sudah pernah diungkapkan oleh mantan ketua DPR Marzuki Alie.

Tidak dijelaskan bagaimana skema bantuan untuk parpol itu, apakah nilai Rp. 1 T untuk seluruh parpol yang ada lalu pembagiannya diatur kemudian oleh mendagri, atau tiap-tiap parpol memperoleh bantuan senilai Rp. 1 T setiap tahunnya.

Subsidi untuk partai politik itu penting adanya, agar kemandirian parpol bisa terjaga dan parpol tidak terlalu liar menerima sumbangan dari pihak luar. Sumbangan dari pihak diluar partai acap menimbulkan persoalan dikemudian hari. Tidak ada Penyumbang yang ikhlas begitu saja melepaskan uangnya tanpa menuntut balas budi. 

Sumbangan yang katanya tidak mengikat itu sering kali membuat parpol menjadi tersandera dan tidak mandiri, akhirnya parpol tidak lagi memikirkan kepentingan orang banyak tetapi sebaliknya berpikir untuk kepentingan sipenyumbang.

Sebatas untuk menjaga kemandirian parpol, wacana Mendagri tersebut masih bisa dipahami, tetapi apakah ada jaminan bahwa parpol yang sudah menerima bantuan dari negara lewat APBN itu tidak akan mencari sumbangan lain lagi. Sehingga taat setia parpol itu tidak terbelah bagi kepada penyumbang tetapi sepenuhnya untuk kepentingan negara.

Bisakah parpol membatasi dirinya, tidak menerima sumbangan dari luar ? Inilah yang sulit dijawab, karena pada praktiknya parpol tidak bersikap terbuka dalam mengelola dana kegiatannya, dari mana dan seberapa besar sumbangan yang mereka peroleh tidak pernah dibuka secara transparan, akibatnya ketika patai tersebut berkuasa dia tersandera oleh penyumbang dibelakangnya.

Partai politik yang terlanjur menerima sumbangan dari pihak luar, diyakini betul tidak akan utuh pengabdiannya untuk kepentingan rakyat. Keberpihakannya pada kepentingan penyumbang akan lebih besar dari semestinya, alhasil kemandirian yang dicitakan tidak tercapai sebaliknya malah membuat rekening elite partai semakin gendut, karena disamping mendapat subsidi dari APBN parpol juga masih menangguk keuntungan dari penyumbang.

Selain sumbangan dari luar, apakah praktik cari uang lewat kadernya yang duduk dilembaga negara dan pemerintahan dapat dihentikan. Bukan rahasia lagi, bahwa tiap-tiap kader partai yang mendapat jabatan baik dieksekutif maupun yang diparlemen mempunyai kewajiban tak tertulis untuk mencari sumber dana demi kepentingan partainya masing-masing.

Bicara soal kemandirian partai, seharusnya tidak perlu ditempuh dengan cara memberikan subsidi yang sedemikian besar, tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran bagi kader dan pimpinan partai itu sendiri untuk bisa hidup mandiri. Bagaimana mereka berpikir agar partainya bisa berdiri diatas kakinya sendiri meskipun tanpa bantuan dari orang lain.

Sumber dana yang berasal dari sumbangan yang tidak mengikat seperti yang selalu tertuang dalam masing-masing AD/ART Parpol itu benar – benar mereka terapkan, dalam artian siapapun boleh menyumbang dan seberapapun besarnya sumbangan itu tetap tidak memberi pengaruh pada kebijakan partai. Transaksi serah terima sumbangan dilakukan secara terbuka, bukan sumbangan gelap dengan berbagai deal dibelakangnya.

Kemandirian parpol itu tidak semata – mata tergantung pada besarnya dana yang dimiliki oleh sebuah parpol, tetapi seberapa besar kemampuan elite dan kader partai itu membesarkan partainya sehingga mampu menjadi partai yang mandiri, bisa menjalankan roda partainya meskipun tanpa sumbangan dari pihak luar dan minus subsidi dari negara.

Dan seharusnya mendagri tidak perlu terlalu pusing memikirkan bagaimana Partai Politik bisa mengidupkan dirinya, karena ada hal yang lebih penting lagi untuk diperhatikan, yakni nasib rakyat yang masih sesak nafas menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok.


Harga beras naik, harga BBM naik, dan harga elpiji juga naik, satu-satunya yang turun hanya buah Kelapa, itupun karena jatuh dari pohonnya. 
1:39 AM | 0 comments | Read More

Mencabut Taring KPK

Sebagai lembaga yang lahir dimasa Reformasi, KPK merupakan tumpuan harapan bagi seluruh rakyta Indonesia, sekaligus sebagai jawaban atas lemahnya lenbaga penegak hukum yang ada dalam upaya menindak dan memberantas Korupsi.

Publik berpengharapan penuh akan keberadaan KPK yang kuat, lembaga ad hock yang dibentuk untuk waktu yang tidak ditentukan ini dijaga dengan sepenuh hati oleh rakyat yang mendukungnya. Siapa saja yang berupaya menggoyang keberadaannya akan berhadapan dengan seluruh Rakyat Indonesia.

Adalah Taufiqurrahman Ruki menjadi orang yang pertama kali memimpin lembaga ini,  dalam kurun waktu kepemimpinannya publik belum begitu dapat merasakan manfaat keberadaannya. Selama 4 tahun masa tugasnya , Ruki hanya bisa menyelesaikan 72 kasus korupsi, dengan rincian 2 kasus untuk tahun 2004, 19 kasus di tahun 2005, 27 kasus pada tahun 2006 , dan 2007 sejumlah 24 kasus. Tidak ada kasus yang besar yang menonjol.

Ruki turun digantikan oleh Antasari Azhar, sejak itu KPK mulai menampakan taringnya, gebrakannya mulai terasa ketika kerabat istana yang menjadi petinggi BI diseret kepengadilan Tipikor, kemudian bergerak ketubuh Polri yang melibatkan mantan kabareskrim Polri Komjen Susno Duaji, yang selanjutnya melahirkan sebuah istilah seperti apa yang disebut sekarang sebagai Cicak Vs Buaya.

Karena tersandung Kasus, Antasari turun dan digantikan oleh Busyro Muqodas, kemudian akhirnya sampailah pada masa Abraham Samad.  Dari waktu kewaktu pimpinan KPK datang dan pergi dengan menoreh catatan dan prestasinya masing-masing, seiring waktu berjalan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga anti rasuah ini semakin kuat dan taring KPK sungguh ampuh dan tajam melumatkan para koruptor.

Tak terbilang lagi jumlah pengempelang uang rakyat yang dijatuhi hukuman, mulai dari pejabat negara, menteri, ketua partai, anggota DPR hingga sampai kepada pejabat Daerah seperti Gubernur, Bupati dan pejabat daerah lainnya. Sehingga ada pameo dikalangan pejabat negeri ini bersedia dipanggil apa saja, asal jangan dipanggil KPK.

Konon kabarnya, Abraham Samad beserta koleganya di KPK sebelum dilengser paksa dengan status terangka sedang merancang kerja besar, menjelang akhir dari masa jabatan mereka berencana membuka borok BLBI dan menuntaskan kasus Bank Century. Kedua kasus ini melibatkan mantan petinggi negeri ini yang juga memiliki pengaruh kuat pada kekuasaan.

Menjelang kerja besarnya itu dilaksanakan, terjadilah perseteruan Samad dengan Polri akibat dari keputusan KPK menetapkan calon tunggal Kapolri sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi.
Polri bergerak cepat dan balik menetapkan Bambang dan Samad menjadi tersangka , seiring dengan itu pula penetapan terangka atas diri BG dibatalkan oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan. 

Akibatnya Samad dan Bambang diberhentikan untuk sementara dan presiden menunjuk Ruki dan Indriyanto Senoaji sebagai penggantinya.
Pada awalnya penunjukan Ruki ini terkandung harapan agar yang bersangkutan bisa menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan Polri dalam arti kata menempatkan hukum sebagaimana mestinya, sehingga menjadi kekuatan dalam upaya penegakan hukum utamanya memberantas Korupsi.

Namun masuknya Ruki dan Indriyanto ke KPK membuat sementara pihak merasa kecewa,  waktu menjadi pimpinan KPK dulu, Ruki dianggap minim prestasi, ditambah lagi dengan Indriyanto yang sebelumnya pernah berperkara di KPK dan pernah pula melakukan upaya hukum untuk memperkecil kewenangan KPK.

Keputusan terakhir yang menyerahkan kasus BG ke Kejagung dan tidak melakukan upaya hukum luar biasa ke MA, mendapat sanggahan dari berbagai pihak termasuk dikalangan internal KPK sendiri, dan dinilai sebagai upaya melemahkan KPK.  

Pada saat menjadi ketua KPK dulu, Ruki dikenal lebih mengutamakan langkah pencegahan dari penindakan, sejalan pula dengan keinginan presiden yang katanya sedang menyiapkan keppres untuk itu. Inilah yang membuat publik menaruh kecurigaan bahwa ada upaya sistematis untuk menumpulkan Taring KPK, agar kasus-kasus besar seperti Century dan BLBI tak tersentuh lagi.


Menykiapi keadaan ini patut kiranya didengar teriakan lantang Buya Syafii Maarif agar kalangan kampus segerak bergerak, sebelum KPK terlanjur berubah wujud menjadi Harimau Tak Bertaring.
1:33 AM | 0 comments | Read More