Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Celoteh Caleg Gagal

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, May 9, 2014 | 1:01 AM

Ketika hendak beranjak tidur, berderinglah telpon gengamku, lalu dengan berat hati panggilan dimalam buta itu kuterima dengan tidak  memperhatikan nama sang penelpon.
“Haloooo,” katanya memulai pembicaraan, terdengar suara diujung telpon itu agak serak, belum sempat kujawab salamnya dia melanjutkan kata-katanya lagi.
“Apa kabar ?”  tanyanya, tapi lagi-lagi dia tak memberi kesempatan padaku untuk menjawab dia terus berceloteh. “Kabar baik atau kabar buruk,” sambungnya lagi.
“Kabar baik, sebaliknya ki sanak disana apa kabarnya,” kataku balas bertanya.
Pertanyaan ku yang sebegitu singkatnya dia jawab dengan keluh kesah yang panjang lebar, dia ceritakan tentang usahanya yang gagal meraih kursi DPRD dikampung kami. Dia muntahkan segala isi hatinya, seolah-olah malam itu merupakan kesempatan terakhir  baginya untuk mencurahkan kekesalannya.
“Sabar ki sanak, sabar,” kataku dengan maksud untuk menghentikan pembicaraan. “Sekarang sudah larut malam, besok saja kita sambung ceritanya.”
“Iya, ya ......, saya tau ini waktunya kamu untuk tidur, tapi tolonglah dengarkan curahan hatiku  ini,” katanya dan setelah itu dia lanjutkan kembali ceritanya, mulai dari persiapan untuk mendaftarkan diri sebagai caleg hingga sampailah pada hari pemungutan suara.
Selama berbulan – bulan dia kasak kusuk kesana kemari, menebar senyum kesetiap warga, memberi santunan ketika ada yang membutuhkan, melakukan blusukan ala Jokowi. Masuk kampung keluar kampung menawarkan konsep perbaikan kebijakan pemerintahan daerah agar nasib rakyat kedepannya menjadi lebih baik.
Dia persiapkan orang-orang yang bisa dipercaya dan berkwalitas untuk menjadi saksi di TPS, dia sediakan makan siang dan honor sekedarnya untuk para saksi yang bekerja. Pada hari “H”  itu dialah satu-satunya caleg yang paling sibuk, memantau pelaksanaan pemungutan suara dihampir setiap TPS dalam daerah pemilihannya. Malamnya diapun terkapar dikasur, tidur pulas kelelahan dan esok paginya dia mendapat kabar bahwa hasil perolehan suaranya jauh dibawah rata-rata caleg yang lain.
Mendadak rasa kecewa muncul dalam rongga dadanya, serasa penuh sesak seketika oleh kabar yang tak sedap itu, perasaannya jadi tak menentu,  mau  marah tapi tak tau kepada siapa mau ditumpahkan kemarahannya itu, mau makan tak terasa lapar dan mau tidur tak punya rasa kantuk, akhirnya dia ambil telpon genggam lalu berusaha menghubungi aku.
Ditengah asiknya dia bercerita terdengar kokok ayam, pertanda subuh menjelang tiba, lalu ku katakan  padanya bahwa yang dilakukannya selama ini adalah sebuah kekeliruan.
“Kalau mau jadi caleg yang sukses bukan begitu caranya,” kataku dengan nada yang sedikit mengguruinya.
“Bagaimana ? Potongnya dengan nada tak sabar.
“Contoh kawan kita Lung Bisar, dia  siapkan sekarung uang tukaran seratus ribu, lalu pada malam sebelum pemilu menjelang subuh tim suksesnya bekerja membagi-bagikan uang itu kepada pemilih.” Jawabku dengan tenang.
“Oh ya,” sambungnya dengan nada kaget. “Mantaplah tu, Lung Bisar pasti  sudah pasti dapat kursi, tenteram jiwanya sekarang ya,”  sambungnya lagi.
“Tidak,” jawabku dengan singkat dan tegas.
“Lho, kanapa ? Dimana Lung Bisar sekarang ?” Tanyanya dengan nada tak sabar.

“Dia sekarang terkulai layu di Rumah Sakit Jiwa,” jawabku sambil menutup pembicaraan, dan dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara Bilal mengumandangkan azan, memanggil kaum kerabat untuk menunaikan sholat subuh. Semalam suntuk waktuku habis terbuang percuma disapu angin lalu.
1:01 AM | 0 comments | Read More

Politik Tukang Sate

“Kuat dugaan, keperkasaan UCU TOTIL telah mengilhami Surya Darma Ali dalam mengendalikan Partai yang dipimpinya.”
Saya punya teman, UCU TOTIL namanya,  seorang tukang sate yang menjual dagangannya dengan gerobak dorong, satenya tidak termasuk dalam kategori kuliner favourit  tapi jualannya tetap saja laku dan memberinya keuntungan. Sebagian besar yang membeli satenya bukan untuk memenuhi selera makan, tapi hanya sebatas karena ingin menghentikan nyanyian keroncong diperut.
Pagi-pagi dia pergi kepasar, membeli bahan kebutuhan pembuat sate, dia yang menggiling cabe, merendang bawang, menggoreng kacang  dan dia sendiri yang meracik bumbunya. Dia yang mendorong gerobak jualan satenya dan dia pula yang memutuskan kemana arah yang dituju. Dia berhenti diperempatan jalan saat ada yang memanggilnya dan dia pula yang menentukan titik tempat mangkalnya.
Jika ada pembeli, dialah yang memanggang satenya, mengasi kuah, membungkus dan dia sendiri yang menerima uang bayarannya. Begitulah seterusnya sepanjang hari, rutinitas UCU TOTIL sebagai pedagang sate dikerjakannya sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia tidak mengenal istilah berbagi tugas dan dia jauh dari sistem pemasaran dengan managemen yang rapi, dia sungguh seorang lelaki perkasa yang mampu mengendalikan urusan dagang satenya.
Kuat dugaan, keperkasaan UCU TOTIL telah mengilhami Surya Darma Ali dalam mengendalikan Partai yang dipimpinya. Sebagai seorang ketua umum dia sendiri yang memutuskan untuk hadir dalam kampanye akbar parpol lain, dia pula yang memutuskan untuk berkoalisi dengan siapa yang dia kehendaki.
Dia tidak perlu bantuan pengurus lain dalam memutuskan sesuatu yang dianggap penting bagi masa depan partai. Meskipun Pengurus dan kader partai didaerah berkoar-koar menyatakan tidak setuju dengan kebijakan yang dibuatnya, dia tetap melangkah dengan pasti menjalankan keputusan yang diambilnya sendiri. Persis seperti sikap UCU TOTIL saat mendorong gerobak satenya.
Pengurus dan kader partai harus manut dengan apa yang sudah diputuskannya, bagi yang tidak setuju dia siapkan surat pemecatan. Surat pemecatan yang barangkali selalu ada dalam sakunya itu dia teken sendiri, bila sekjen partai tidak berkenan menanda tanganinya masih ada wasekjen yang bisa dibujuk dan sekjen harus siap menerima kenyataan untuk turut dipecat.
Pengurus yang dipilih oleh anggota dalam muktamar itu bisa saja dipretelinya dengan sesuka hati, memberhentikan pengurus tidak perlu diputuskan melalui rapat dan mufakat, cukup dia sendiri yang memutuskannya.

Singkat cerita, partai yang katanya merupakan rumah besar ummat Islam itu benar-benar menjadi gerobak sate milik Surya Darma Ali. Gerobak itu didorongnya kesana kemari sesuai dengan kehendaknya sendiri, tanpa harus bermufakat dengan rekan separtainya, padahal  dia sendiri tau bahwa Islam menganjurkan ummatnya untuk bermusyawarah / mufakat dalam mengambil keputusan.
12:57 AM | 0 comments | Read More