Entah apalah yang ada
dalam benak Priyo Budi Santoso, sehingga tergerak hatinya untuk memfasilitasi
para koruptor agar mendapatkan keringanan hukum. Wakil ketua DPR yang membidani
masalah Hukum itu menulis surat kepresiden yang isinya menyampaikan gugatan para
koruptor terhadap PP No. 99/2012.
Menurut Ketua DPR
Marzuki Alie, surat tersebut merupakan surat pribadi Priyo, tetapi ditulis
dengan memakai kop surat DPR lengkap dengan nomor agendanya sekalian. Jika hanya
surat pribadi seperti yang dikatakan oleh sang ketua DPR, kenapa Priyo
menggunakan kop surat DPR. Apakah pengunaan kop surat resmi sebuah lembaga
negara untuk sepucuk surat pribadi bisa dibenarkan, dan apakah secara
administrasi hal ini tidak diatur sebagaimana mestinya sehingga tiap-tiap wakil
rakyat boleh mengatasnamakan lembaga dalam berkomunikasi (surat menyurat)
dengan pihak lain.
Dalam suratnya, Priyo
menyebutkan bahwa pimpinan DPR menerima aduan dari para narapidana yang merasa
dirugikan oleh PP No. 99/2012, khususnya pasal 34 A yang berisikan pengetatan
pemberian remisi. Narapidana yang dimaksudkan Priyo tersebut tak lain adalah
mantan Mendagri Hari Sabarno, Agusrin M. Najamuddin, Soetejo Yuwono, Muchtar
Muhammad, Jumanto, Abdul Syukur Ganny, Haposan Hutagalung, dan Abdul Hamid,
yang kini mendekam dibalik terali besi karena kasus korupsi. Dan pada alenia
selanjutnya dia memohon kepada presiden untuk memberikan solusi.
Tidak dijelaskan kapan
perwakilan para napi itu menghadap pimpinan DPR, dan tidak pula disebutkan
siapa saja pimpinan DPR yang hadir saat menerima aduan dimaksud. Priyo tentunya
sudah mahfum bahwa pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.
Tindakan Priyo yang
sedemikian rupa ini sedikit banyaknya mengganggu rasa keadilan, sedemikian
banyak persoalan bangsa ini yang harus diselesaikan dengan cermat dan sesegera
mungkin, sedemikian besarnya persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak
, baik masalah hukum maupun persoalan kesejahteraan masyarakat, tapi kenapa
soal nasib para koruptor yang menjadi perhatian Priyo.
Andaikan Priyo ingin
berjasa pada negeri ini, alangkah baiknya jika dia memilih untuk menyalurkan
aspirasi dari sebagian besar rakyat Indonesia yang saat ini sedang kesulitan
ekonomi akibat naiknya harga BBM yang berbuntut pada naiknya harga
barang-barang kebutuhan pokok, naiknya biaya transportasi.
Sebagai wakil rakyat
Priyo bisa saja mengundang pemerintah untuk bicara masalah pendidikan dan pelayanan
kesehatan yang bagi sebagian besar masyarakat masih merupakan sesuatu yang
mahal, atau meminta pemerintah menertibkan pemberian BLSM yang diduga tidak
tepat sasaran.
Atau bisa saja dengan
ksatria Priyo menyurati presiden agar segera mengatasi masalah listrik yang
hidup mati tak beraturan. Tapi sayangnya
hal itu tak dilakukannya, wakil rakyat yang katanya terhormat ini lebih memilih
untuk menyalurkan aspirasi para koruptor, padahal tanpa campur tangan seorang
Priyo persoalan yang dikeluhkan oleh para napi itu bisa diselesaikan lewat
jalur hukum, dengan cara melakukan uji material, konon cara ini sedang
berlangsung di Mahkamah Agung dan oleh karenanya Priyo tak perlu bersusah payah
memfasilitasinya dengan meminta presiden untuk memberikan solusi. Tindakan
memfasilitasi para napi korupsi itu sama
halnya mengusik rasa keadilan rakyat.
0 comments:
Post a Comment