Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

In Memoriem Harun Salim Bachik

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, March 8, 2015 | 7:31 PM


Harun Salim Bachik atau nama sebenarnya Haron Aminar Rashid bin Salim adalah seorang pelakon komedi. Beliau adalah anak lelaki dari Salim Bachik senimanbternama era 50 an. Beliau mulai dikenali sejak memerankan drama sri Rumah Kedai yang ditayangkan di TV3 pada awal tahun 90-an, bersama Sudiro Sukiman berjaya menjadikan sitkom Rumah Kedai diingati sehigga ke hari ini.

Selain drama Rumah Kedai, beliau juga terlibat dalam sitkom bersiri iaitu Gado-Gado yang di tayangkan di TV1. Gado-gado adalah batu loncatan yang sebenar kepada beliau di dalam dunia lakonan.

Selain berlakon beliau juga merupakan seorang penyanyi. Pernah menghasilkan satu album pada tahun 1996 yang berjudul Belilah. Lagu yang paling mendapat sambutan dalam album tersebut ialah Banjir. Antara film-film lakonan beliau adalah Man Laksa, Baik Punya Cilok, dan Apa Kata Hati.

Dalam organisa seniman Beiau terpilih menjadi Presiden Seniman , sebuah persatuan (NGO) yang memperjuang nasib artis di Malaysia.
7:31 PM | 0 comments | Read More

SBY Berharap, Jokowi Mandiri

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, March 7, 2015 | 11:32 PM

Ada Tangan Kuat Yang Menyetir  Jokowi dari Belakang

Saat jumpa pers usai rapat pleno Partai Demokrat di Pantai Sanur Bali,  SBY menyampaikan pesan dan harapannya kepada Jokowi agar benar-benar mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap semua persoalan.

Sebagai mantan presiden RI, SBY pantas merasa gelisah melihat kondisi negara yang tak berketentuan seperti saat ini, gonjang ganjing perekonomian, kegaduhan politik, hingga sampai pada perseteruan penegak hukum.

Rupiah terpuruk melewati ambang batas, partai politik besar gaduh dengan urusan internalnya yang menimbulkan dualisme kepemimpinan, ditambah lagi dengan sengketa APBD antara Gubernur DKI dengan DPRD, yang berujung pada kegaduhan dimedia sosial.

Perseteruan antar Polisi dan KPK belum terlihat tanda-tandanya akan berakhir,  meskipun gugatan praperadilan telah dimenangkan oleh BG namun sebagian besar publik terlanjur menilai kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan pendukungnya masih tetap berlanjut.

Abraham Samad tersandung dugaan kasus membantu seseorang dalam pemalsuan identitas, Bambang Widjojanto dilaporkan dengan tuduhan menganjurkan kesaksian palsu, tak ketinggalan Yunus Husin dan Denny Indrayana juga sudah berstatus terlapor bersama – sama dengan majalah Tempo, untuk ketiga nama terakhir ini dilaporkan oleh orang yang sama, yakni M. Fauzan Rachman selaku Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) .

Belakangan terdengar pula selentingan kabar, bahwa segenap komisioner dari Komnas Ham dilaporkan oleh penyidik Polri ke Bareskrim dengan tuduhan membuka hasil investigasi, esok atau luas entah giliran siapa lagi yang akan menjadi terlapor, dan Polri kini betul-betul sedang kebanjiran job menerima laporan kesalahan orang yang ditengarai memihak kepada KPK.

Ketika menghadiri peresmian Gedung Pasca Sarjana milik Muhammadiyah di Yogyakarta Syafii Maarif berujar “Kampus tiarap, para Professor tiarap, yang lain tiarap, KPK sedang dimusuhi oleh berbagai kekuatan.” Ucapan Buya yang juga ketua tim 9 itu mengisyaratkan keinginannya agar kampus segera bangkit dan bergerak.

Melihat kondisi yang sedemikian rupa itulah kiranya SBY melontarkan himbauannya agar Jokowi tidak terlambat dan keliru menangani masalah hukum hingga soal diplomasi yang saat ini berkembang sangat dinamis.


Menariknya lagi, SBY dalam menyampaikan himbauan tersebut menyelipkan kata “mandiri” yang berarti bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai kepala negara Jokowi mendapat tekanan tangan orang kuat yang mengaturnya dari belakang. Tentang siapakah orang kuat yang dimaksudkan SBY itu publik tentu sudah memakluminya. 
11:32 PM | 0 comments | Read More

Nawa Cita, Atau Duka Cita

Ketika maju sebagai capres tahun lalu Jokowi – JK, menyampaikan programnya dengan nama Nawa Cita, sebagai kebijakan pokok yang menjadi agenda prioritas  dalam menjalankan pemerintahan, program dimaksud bertujuan untuk mencapai Indonesia yang berdaulat secara politik, adanya kepastian hukum, mandiri dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan.

Pada butir keempat  dari 9 (sembilan) Nawa Cita itu disebutkan “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.”
Setelah terpilih sebagai prsiden dan wakil presiden, menjelang seratus hari dari masa pemerintahannya terjadilah perseteruan antara dua lembaga penegak hukum yakni KPK dan Kapolri, perseteruan itu berbuntut panjang dan hingga hari ini masih terasa akibatnya.

Bermula dari keinginan Presiden untuk melakukan pergantian dipucuk pimpinan Polri, Sutarman yang masa jabatannya sebagai Kapolri masih sepuluh bulan lagi diberhentikan oleh presiden, sebagai penggantinya presiden mengajukan BG sebagai calon tunggal.

Presiden ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, usulannya disambut baik oleh wakil rakyat di Senayan, meskipun dalam masa fit and propertest, KPK menetapkan  BG sebagai tersangka namun dia tetap lolos dan mendapat persetujuan dari anggota Dewan untuk diangkat sebagai Kapolri.

Banyak pihak yang menyesali sikap Dewan tersebut, yang sedemikian cepatnya merespon usulan presiden, biasanya calon pejabat negara yang bermasalah secara hukum sulit mendapat persetujuan dari wakil rakyat, tapi kali ini malah sebaliknya berjalan lancar dan dalam waktu yang singkat langsung mendapat persetujuan dalam sidang paripurna.

Presiden dihadapkan pada pilihan sulit, melantik BG sebagai Kapolri akan menuai kecaman dari publik, tidak melantik calon Kapolri yang sudah disetujui paripurna Dewan bisa dianggap tidak menghormati keputusan DPR. Kesulitan ini timbul akibat lambannya gerak presiden dalam menentukan sikap, seharusnya usulan ke DPR tersebut secepatnya ditarik seketika mengumumkan status BG sebagai tersangka, sehingga tidak sampai mendapat persetujuan Dewan.

Benang kusut yang merentang antara KPK dan Polri berubah menjadi perseteruan, Polri kembali mengangkat kasus lama yang melibatkan petinggi KPK. Dua pimpinan KPK dijadikan tersangka, Bambang Widjojanto menjadi tersangka dalam kasus menganjurkan bersaksi palsu dipengadilan dan Abraham Samad terjerat kasus membantu orang lain memalsukan identitas diri.

Disamping itu BG melakukan upaya hukum dengan mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan, sebuah upaya hukum yang tidak biasanya dilakukan karena menurut KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek hukum yang bisa dipraperadilan. Meskipun demikian hakim mengatakan lain, gugatan BG diterima dan penetapan tersangka oleh KPK itu batal hukum.

Saat proses praperadilan berlangsung, presiden memutuskan untuk menunda pelantikan BG sebagai Kapolri, dengan alasan ingin menghormati proses hukum dipengadilan. Ketika praperadilan sudah usai dan status BG sebagai tersangka dibatalkan oleh pengadilan, presiden tetap saja tidak melantik BG sebagai Kapolri, tetapi mengusulkan nama Badrudin Haiti sebagai calon Kapolri yang baru.

Perseteruan KPK dan Polri masih menyisakan persoalan, kasus yang membelit Bambang dan Samad terus dilanjutkan dan keduanya diberhentikan untuk sementara dari KPK , sebagai penggantinya presiden menunjuk Taufiqurrahman Ruki, Indriyanto Seno Aji dan Johan Budi SP.

Pergantian sementara pimpinan KPK juga tidak menyelesaikan masalah, banyak menuai kritik dari publik, Ruki dianggap tidak layak menjadi pimpinan KPK, netralitasnya diragukan karena yang bersangkutan merupakan pensiunan Polri dan sewaktu menjadi ketua KPK dulu dianggap minim gebrakan, disamping itu Indriyanto malah memiliki konflik interest karena sebagai pengacara yang bersangkutan pernah menangani perkara di KPK dalam kasus Bank Century. 

Meskipun menuai banyak kritik , pimpinan sementara KPK langsung terus bekerja dengan mengajukan kasasi yang kemudian berbuah pahit karena ditolak oleh pengadilan. Akhirnya, pimpinan KPK memutuskan untuk  melimpahkan kasus BG ke Kejaksaan Agung.

Pelimpahan kasus BG ke Kejagung ini pulalah yang memicu timbulnya protes dari pegawai KPK yang hari ini berunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban Ruqi. Para pegawai KPK itu tidak mau menyerah dengan keadaan, mereka maunya KPK mengajukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.

Tapi Ruqi dan pimpinan KPK yang lain tidak melakukannya dengan alasan PK atas keputusan praperadilan tidak diatur oleh KUHAP,  sementara pegawai KPK juga tau bahwa praperadilan atas penetapan tersangka juga tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diterima oleh pengadilan.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh pegawai KPK ini dijawab oleh Ruqi dengan pernyataan siap mundur, dan jika Ruqi benar-benar mundur tentu persoalan akan menjadi semakin rumit, akibatnya KPK akan semakin terseok-seok dan semakin sulit  melakukan tindakan pemberantasan korupsi.

Saat ini, Polri belum memiliki Kapolri yang defenitif, DPR belum memberikan persetujuan atas usulan presiden yang mengusulkan Badrudin Haiti sebagai Kapolri yang baru, pimpinan KPK juga masih gonjang ganjing, digempur dari luar dan dalam badannya sendiri.


Bila kondisi seperti dibiarkan terus menerus, tanpa ada sikap yang tegas dan langkah kongkrit untuk mengatasinya, maka bukan tidak mungkin makna Nawa Cita yang diprogramkan dulu akan berubah maknanya menjadi Duka Cita, setidak-tidaknya untuk lembaga penegak hukum kita. 
11:29 PM | 0 comments | Read More