Lepas waktu Ashar, Lung Bisar mengitari kota Bagan
dengan menunggang Kuda, keluar masuk gang dan berkeliling dengan penuh semangat. Sebagai orang yang baru mahir menunggang Kuda ia
ingin memamerkan keahliannya, termasuk
juga ingin membuktikan kepada halayak ramai bahwa tidak ada sesuatu yang tidak
mungkin bagi seorang Lung Bisar. Tidak sekolah bukan berarti tidak bisa punya ijazah, termasuk Ijazah MENUNGGANG KUDA.
Sore itu Lung Bisar menjadi pusat perhatian, ribuan pasang
mata penduduk kota menatapnya dengan iringan decak kagum. Semua mulut memujinya, semua orang menyebut namanya sebagai pemuda dengan berbagai keahlian. Lung Bisar makin
bersemangat dan dia benar-benar merasa puas dengan mainannya yang baru, Penunggang Kuda.
Makin sore makin banyak orang yang menonton aksinya,
Lung Bisar kian bersemangat, namun dia lupa bahwa Kudanya mulai merasa gerah karena
terlalu lama berkeliling didalam kota. Dia lupa bahwa sifat Kuda lebih
cenderung menempuh jarak jauh ketimbang berulang-ulang
dijalan yang sama.
Kudanya berlari semakin cepat, makin sore semakin
tak terkendalikan, Lung Bisar menjadi bingung untuk menghentikannya, dan disaat
yang sama tiba – tiba terdengar suara Kelipah Bachtiar menyapanya.
“Mau kemana Lung ?” Tanya Khalifah Bachtiar.
“Entahlah,”
jawab Lung Bisar singkat, dan jawaban itu membuat Khalifah Bachtiar
merasa heran, Lung Bisar sudah buang tabiat sampai bisa tak tau arah tujuannya,
namun sayup-sayup dari kejauhan dia kembali mendengar suara Lung Bisar.
“Kuda
inipun tak memberitahu kemana aku akan dibawanya.”
Mendengar jawaban sahabatnya itu Khalifah Bachtiar
hanya tersenyum-senyum kecil, “Ternyata
bukan Lung Bisar yang menunggang Kuda, tetapi Kuda yang melarikan Lung Bisar,
na’uzubillahi min zaliqa, semoga tidak ada lagi orang bodoh belagak pintar yang
dilarikan oleh Kuda tunggangannya sendiri,” ujar Kh Bachtiar dalam hatinya.
0 comments:
Post a Comment