Tatkala mentari hampir jatuh diufuk Barat, langit cerah Merah menyala, lewat celah rimbun dedaunan, cahaya mentari senja itu menerangi teras rumah tempat Lung Bisar duduk sendiri menikmati indahnya alam ciptaan Azza wa Jala.
Aku coba menghampirinya, duduk bersama beliau menikmati secangkir kopi sambil mendengarkan ceritanya tentang pelajaran hidup yang didapat dari hamparan alam semesta.
"Dulu aku pernah bertanya pada seorang ulama SUFI, "Siapakah GURU tuan" kata Lung Bisar memulai ceritanya.
"Ulama Sufi Itu menjawab dengan panjang lebar, dia mengaku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah sangat sulit untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.
Pertama adalah seorang pencuri. Saat aku tersesat dilarut malam, aku kebingungan mencari tempat menginap, semua tempat telah tutup.
Tetapi ada seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya, "Dimana aku bisa menginap?" lalu dia menjawab "Sulit untuk mencari tempat menginap pada larut malam seperti ini. Tapi, jika engkau bersedia tidur bersama seorang pencuri engkau bisa menginap dirumahku” jawab pemuda itu.
Akupun menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah sambil berdoa.”
Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak besok akan terjadi.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.
Ketika aku mengalami hambatan dan rintangan aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.” Dia itulah guru kehidupanku yang pertama.
Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala rasa haus melanda kerongkongan ku aku pergi kesungai, bersamaan dengan itu ada seekor anjing yang juga sedang kehausan.
Pada saat ia melihat ke air nampak olehnya “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Namun karena rasa haus yang mendahaga ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke air, dan hilanglah bayangannya itu tadi. Pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: "ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu itu akan hilang".
Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.
“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilin itu?
Anak kecil itu tertawa, lalu dengan sekali hembus lilinnya padam, dan dia berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Bisakah tuan jelaskan Kemana perginya cahaya itu?”
Aku tersentak pertanyaannya membuat aku sadar akan kebodohanku sendiri, dan anak kecil ini sudah mengajari aku untuk tidak bersikap sombong atas segala ilmu pengetahuan yang kumiliki.
Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi tidak berarti aku bukan seorang murid, aku jadikan segala peristiwa dalam kehidupanku sebagai guru. Aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku dapati dari berbagai sumber.
Aku Menjadi seorang murid dan belajar sepanjang hayatku, belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Itulah sebuah keharusan di jalan sufi "Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu." Kata Lung Bisar mengakhiri ceritanya