Derai tawa para pengunjung setia warung
Mak Sumiati memecah kesunyian malam, Warung itu menjadi tempat mangkal para pelanggannya
untuk berbincang lepas menjelang kantuk tiba. Beragam topik yang mereka
perbincangkan, mulai dari kisah hidup para petani di Tanah Putih sampai pada keputusan
politik di gedung putih, kesemuanya dibingkai menjadi kabar dan cerita yang tak
berjudul.
Diantara sekian ramai pengunjung
diwarung itu ada seorang lelaki asing dengan perawakan sedang dan berkulit sawo
matang. Dia duduk sambil memesan
secangkir kopi sebagai penghangat tubuh. Lelaki yang belakangan dikenal dengan
nama Berus itu membuat Mak Sumiati
merasa gerah, hampir tiap malam dia mampir duduk berlama-lama didalam warung hanya
memesan secangkir kopi, tetapi tidak memesan makanan apapun, sampai akhirnya pada
suatu malam Mak Sumiati memberanikan diri untuk bertanya.
“Apakah Tuan tidak memesan makanan ?”
“Oh ...... tidak,” jawab lelaki itu singkat
“Kenapa ?”
“Saya duduk disini karena ingin melewati
waktu malam sambil aroma menikmati goyangan tangan anda saat mengulek bumbu
pecal,” jawabnya dengan nada serius. Ternyata gerak tangan dan gaya mak Sumiati
yang cekatan plus sedikit goyang pinggul saat menggiling bumbu pecal itu
merupakan daya tarik tersendiri bagi Berus, sehingga membuat dia betah
untuk berlama-lama duduk diwarung itu.
“Waw, tuan sudah melakukan kesalahan
besar, menikmati goyang tubuh saya tanpa izin, tuan harus bayar semuanya itu.” Kata Mak
sumiati dengan gaya khasnya.
“Berapa yang harus saya bayar,” jawab Berus sambil merogoh sakunya, kemuadian
dia mengeluarkan sejumlah uang, dan setelah itu “Ting, terdengar bunyi dentingan dari sekeping
uang logam Berus yang terjatuh kelantai. Bunyinya dirasakan Mak Sumiati sebagai
sesuatu yang merdu, ......... merdua sekali.
“Wah merdu sekali bunyinya, lapang
terlingaku mendengarnya,” ujar Mak Sumiati.
“Impas, berarti impaslah sudah,” jawab
Berus.
“Apanya yang Impas ?” tanya mak Smiati.
“Aku nikmati goyang tangan dan tubuhmu
saat menggiling bumbu Pecal, dan kamu menikmati dentingan uang logamku, kita
sama-sama menikmati,” jawab Berus sambil melempar senyum.
Sejak peristiwa malam itu Berus mulai
jarang berkunjung kewarung mak sumiati, dia hanya mampir sesekali dan tidak
duduk untuk waktu yang terlalu lama. Para pelanggan setia mak Sumiati seakan
sudah melupakan peristiwa yang lucu dan menarik itu, mereka tetap ngumpul menghangatkan
suasana malam dengan berbagai topik perbincangan, hingga sampailah suatu ketika
warung Mak Sumiti tutup tanpa pemberitahuan. Mereka kebingungan, ada apa
gerangan yang terjadi, dan setelah ditanya keorang-orang dekatnya ternyata
malam itu Mak Sumiati sedang melansungkan pernikahannya dengan Berus dirumah
tuan Qadi.
0 comments:
Post a Comment